'Tato Gigi' Pendeteksi Penyakit akan Segera Hadir

Bookmark and Share
http://images.detik.com/content/2012/06/09/763/tatogigiskynewsdlm.jpg
New Jersey, AS, Tato biasanya dibuat di bagian kulit seperti tangan, kaki atau punggung. Tapi kini peneliti tengah mengembangkan 'tato gigi' yang kelak bisa digunakan untuk mendeteksi penyakit yang mengancam jiwa.

Peneliti kini tengah mengembangkan 'tato gigi' yang terbuat dari helai sutra dan kawat emas. Perangkat nirkabel (wireless) kecil ditempelkan pada enamel gigi sehingga mampu mentransmisikan update real-time dari bahan kimia dalam napas dan air liur.

Para insinyur Princeton University, AS, telah menggunakannya untuk mendeteksi bakteri yang menyebabkan infeksi bedah dan radang perut. Peneliti mengatakan perangkat ini juga dapat digunakan untuk mengenali virus, seperti dilaporkan Sky News.

Sensor ini memang masih dalam tahap pengembangan awal, namun peneliti mengatakan bahwa suatu hari nanti perangkat ini bisa digunakan untuk memantau kesehatan manusia dengan akurasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Selama demonstrasi, seorang partisipan bernapas di sebuah sensor prototipe melekat pada gigi sapi. Perangkat ini kemudian menghasilkan respons instan yang dikirim ke monitor di dekatnya.

"Kumparan antena yang mentransmisikan sinyal, Anda tidak memerlukan baterai," jelas Michael McAlpine, tim peneliti utama, seperti dilansir dari indiavision, Sabtu (9/6/2012).

Peneliti membuat perangkat dengan membundelkan sutra dan emas dengan graphene, yaitu lembaran karbon yang sangat tipis. Namun meskipun kompleks, perangkat ini dapat diterapkan ke permukaan gigi dengan air.

"Seperti tato transfer pada anak-anak," jelas peneliti.

Sensor tersebut saat ini masih terlalu besar untuk masuk ke gigi manusia. Butuh penelitian lebih lanjut untuk membuatnya dalam skala lebih kecil. Tim peneliti juga berencana untuk meningkatkan sensor sehingga bisa bertahan meski gigi digunakan untuk makan dan sikat gigi selama periode waktu yang panjang.

Rincian penelitian ini telah dilaporkan ke jurnal medis Nature Communications.


sumber : health.detik.com

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar