MEDAN, KOMPAS.com - Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli M. Novian, Analis Hukum dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengatakan bahwa terdakwa Anly Yusuf terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.
Transaksi yang dilakukan terdakwa memenuhi tiga unsur yang diatur Pasal 3 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencucian uang.
Saksi mencontohkan, transaksi yang dilakukan terdakwa menggunakan transfer antarbank menggunakan nama orang lain untuk menyamarkan transaksi dan asal-usul harta bendanya.
"Ada juga secara tunai tapi tetap menggunakan nama orang lain. Seharusnya, terdakwalah yang wajib membuktikan bahwa harta bendanya bukan dari tindak pidana pencucian uang," kata Novian, Senin (28/5/2012).
Sementara itu, keterangan saksi mahkota Ramli dan Suryono mengatakan bahwa mereka bekerja berdasarkan pesanan terdakwa. Soal pembayaran, saksi Ramli hanya pernah menerima sekali secara tunai sebesar Rp 276 juta dari Suryono, yang langsung ditransfer kembali ke Agu utusan Aceng yang keduanya warga Malaysia.
Saksi Suryono mengaku sebagai kurir terdakwa yang bekerja hanya lewat telepon. Dalam setiap transaksi, 1 ons sabu seharga Rp 60 juta, dia mendapat upah Rp 1 juta dan terdakwa untung Rp 3-5 juta.
Terdakwa yang sekaligus diperiksa membenarkan melakukan transaksi dari dalam Lapas Wanita Tanjung Gusta Medan. Dia mengakui melakukan transaksi via mobile banking di dua bank yaitu, BCA dan Mandiri. Rekening BCA atas nama Paulina Tandiono, anak bungsunya dengan Nomor 0222059958.
Sidang yang diketuai hakim Dahlan Sinaga dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yunitri akan melanjutkan persidangan pada Senin (4/6/2012) dengan agenda pembacaan tuntutan.
Untuk diketahui, terdakwa dituntut Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) UU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman mati.
Perbuatan terdakwa juga diancam dengan hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Terdakwa merupakan narapidana yang sedang menjalani hukuman pidana penjara 10 tahun akibat perkara narkoba. Dia ditangkap BNN bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana pada 21 Desember 2011 sekitar pukul 04.00 WIB.
Dalam dakwaan jaksa dipaparkan bahwa terdakwa meminta Suryono alias A Weng untuk menjadi kurirnya dan mengambil sabu-sabu dari terdakwa Ramli Petrus alias A Beng. Ramli dijanjikan imbalan sebesar Rp 1 juta per ons jika barang terjual.
Dalam prosesnya, jaringan ini juga melibatkan terdakwa Alwi. Terdakwa Anly dan A Beng diketahui sudah tiga kali bertransaksi dengan total sabu seberat kurang lebih 3 kilo gram, yaitu pada bulan Agustus, Oktober, dan Desember 2011.
Selain memesan kepada A Beng, Anly juga diketahui dua kali memesan sabu-sabu seberat 2 ons dari Tri Sudiatmoko alias Moko, yang merupakan narapidana Lapas Dewasa Klas I Tanjung Gusta.
Kasus peredaran dan jaringan ini terungkap setelah BNN menangkap A Weng di kawasan Medan Petisah pada 20 Desember 2011.
Saat itu, disita 206,4 gram sabu-sabu dari tangannya. Kemudian dikembangkan hingga Anly ditangkap pada Rabu 21 Desember 2011 sekitar pukul 04.00 WIB. Tiga terdakwa lain juga dijerat dengan pasal yang sama dengan Anly tapi tidak dikenakan pasal pencucian uang.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar