VIVAnews - Yayasan Suporter Surabaya (YSS) membeberkan insiden usai laga Persebaya Surabaya dengan Persija Jakarta dan berujung tewasnya Purwo Adi Utomo atau Tomi 18, Minggu petang 3 Juni 2012.
"Aksi petugas kepolisian yang menembakkan gas air mata ke arah penonton sangat berlebihan," kata Ketua YSS Imron, Senin malam, 4 Juni 2012.
Imron menambahkan, suporter usai laga hanya ingin mencopot spanduk di pinggir-pinggir lapangan, namun dihadang petugas polisi.
"Itu kemudian terjadi cekcok dan aksi saling dorong. Dan memicu lemparan dari tribun ke arah polisi yang ada di lapangan," katanya.
Tak dapat dicegah, botol dan gelas plastik air mineral pun berterbangan. Saat bersamaan polisi membalas dengan menghujani tembakan gas air mata ke penonton.
Akibatnya, penonton berhamburan lari menyelamatkan diri. Saat itulah banyak yang tersungkur dan terinjak-injak oleh sesama suporter.
Menurutnya, polisi tidak perlu bertindak berlebihan dalam mengatasi aksi para suporter. Apalagi dengan tembakan dan dengan kekerasan.
"Kalau Bonek ada masalah, dengan korlap saja sudah cukup. Tindakan polisi tersebut over acting," ucapnya.
Buktinya, lanjut Imron, banyak suporter di luar stadion yang sedang makan di warung juga dihajar dengan pentungan dan tendangan.
"Saya merasakan sendiri, saat makan di warung tiba-tiba ditendang dan dipukuli dengan pentungan secara membabi buta," kata Arifin suporter asal Jalan Ngagel.
Senada dengan Imron, yang biasa menjadi dirigen saat Persebaya bertanding, Okto Tyson menyebut insiden pencopotan spanduk di pinggir lapangan sebenarnya sudah selesai.
Namun secara tiba-tiba polisi datang dan menendang, memukul bahkan juga dilakukan dengan pentungan. Akibatnya, suporter emosi, itu dibalas dengan tembakan gas air mata di arah tribun.
Kekecewaan itu disampaikan Okto saat menghadiri pemakaman di rumah duka Jalan Babadan Rukun VI Surabaya, rumah Tomi.
"Kemarin saya juga curhat dengan kepolisian. Intinya, kami kecewa dengan kepemimpinan Kapolrestabes Surabaya yang sekarang, Irjen Pol Tri Maryanto," kata Okto.
Ia menilai, kepemimpinan Tri Maryanto berbeda dengan pendahulunya, Kombes Pol Coki Manurung.
"Berbeda dengan Pak Coki, mungkin karena beda karakter. Pada era Pak Coki, kepolisian sangat dekat dengan kami. Sebelum pertandingan, biasanya kami diajak sharing tentang sistem pengamanan pertandingan," tuturnya.
Kecaman itu tidak hanya datang dari pihak Bonek, masyarakat di sekitar stadion juga menyayangkan aksi brutal polisi.
"Ngawur itu, tindakan polisi sangat arogan. Tidak hanya menghalau, tapi mengejar, menangkap dan menendang," kata Rony, warga sekitar.
Ia menyebut, tidak hanya suporter dewasa, remaja berkaos hijau Persebaya tak luput dari pukulan polisi. Termasuk anak-anak dan wanita.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Boy Rafli Amar sangat menyayangkan insiden yang berujung pada kematian suporter. Dia pun mengimbau agar penyelenggara pertandingan dan pengelola klub-klub sepak bola untuk turut menata para suporter mereka.
"Agar suporter dalam memberikan dukungan bertindak sportif, tidak menampilkan sikap yang membahayakan pemain bola ataupun masyarakat dan penonton lainnya," kata Boy dalam konfrensi pers di Mabes Polri, Senin.
Boy mengatakan sikap fanatik dengan klub yang didukung tidak dilarang. Yang tidak boleh, lanjutnya, adalah sikap anarkisme dan kekerasan. "Ke depan, sikap anarki suporter ini harus kita redam bersama-sama. Butuh kerjasama dengan pihak-pihak terkait, termasuk PSSI" ujarnya. (umi)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar