VIVAbola - Sepak bola Indonesia kembali berduka. Hanya berselang sepekan setelah tiga orang tewas akibat pengeroyokan dalam lanjutan laga Liga Super Indonesia yang mempertemukan Persija Jakarta vs Persib Bandung, kini giliran nyawa suporter Persebaya 1927 yang harus melayang saat menyaksikan timnya bertarung melawan Persija dalam lanjutan Indonesian Premier League (IPL) 2011-12, Minggu, 3 Juni 2012. Purwo Adi Utomo tewas saat kerusuhan meletus di Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Surabaya, Jawa Timur.
Yudianto tidak pernah menyangka anaknya akan menjadi korban dalam kerusuhan sepak bola. Sebab, selama ini Purwo, yang dikenal sebagai sosok periang, tidak pernah menyaksikan langsung pertandingan Persebaya di stadion. Laga Persebaya 1927 vs Persija merupakan kali pertama dan terakhir bagi putra semata wayang pasangan Yudianto dan Susilowati itu melihat langsung Bajul Ijo bertarung di lapangan.
"Selama ini dia tidak pernah menyaksikan langsung ke stadion. Karena itu, saya juga heran kok sampai ada keinginan menyaksikan langsung,” ucap Yudianto usai pemakaman sang anak siang tadi.
Menurut Yudianto, Purwo tidak pamit saat hendak berangkat ke Stadion Tambaksari, Minggu lalu. Yudianto yang sehari-hari bekerja sebagai sopir antar jemput anak sekolah itu baru mengetahui kalau anaknya sedang menyaksikan duel Persebaya vs Persija saat menerima jawaban pesan pendek dari Purwo. ”Saat itu saya menanyakan posisinya di mana, karena sejak siang tidak pulang,” beber Yudianto.
Mengetahui anaknya sedang berada di pinggir lapangan, Yudianto pun langsung menyalakan televisi. Hatinya mulai resah saat melihat tuan rumah tertinggal 0-2 dari hingga menit ke-75. Saat itu, botol air mineral sudah berterbangan ke tengah lapangan. Perasaan khawatir semakin terasa saat pesan pendek yang dikirim tak lagi di balas oleh Purwo. Saat coba dihubungi, telepon Purwo juga sudah tidak aktif.
"Sekitar jam enam, saya dapat SMS melalui handphone milik Tomy yang dikirim oleh perawat yang mengatakan agar saya segera ke rumah sakit,” ucap Yudianto dengan raut wajah sedih.
Bersama saudaranya, Yudianto bergegas ke RSUD dr Soetomo. Namun setibanya di sana, Yudianto mendapati anak semata wayangnya tersebut sudah terbujur kaku. ”Saya tidak tahu hasil pemeriksaan atau visum. Namun yang saya lihat, tubuh anak saya lebam,” katanya. Yudianto mengaku pasrah dengan kejadian ini. Tidak ada pikiran untuk menuntut pihak manapun atas kematian satu-satunya itu.
"Saya tidak tahu mas. Kalau memang ada prosedur itu, saya harap ada yang bertanggungjawab.”
Purwo Adi Utomo atau akrab disapa Tomy merupakan siswa sekolah SMKN 5 Surabaya. Remaja bertubuh bongsor itu baru berusia 17 tahun saat ajal menjemputnya. Di mata guru dan teman-temannya, Tomy dikenal sebagai sosok yang pendiam namun senang bercanda dengan rekan-rekannya.
Teman sekelasnya di kelas Industri XII, Iros Junianto saat ditemui di rumah duka mengatakan bahwa Tomy bukanlah pendukung fanatik Persebaya 1927. Karena itu, Iros dan rekan-rekannya sempat heran saat mengetahui Tomy hadir menyaksikan langsung pertandingan Bajul Ijo di Stadion Tambaksari, Surabaya
"Sempat kontak-kontakan melalui SMS. Beberapa teman kami juga ada yang menyaksikan langsung di Tambaksari. Tapi Tomy diajak tidak menjawab. Malah dia mengajak teman yang tidak suka bola untuk berangkat,” kenang Iros yang juga diamini teman Tomy lainnya.
Iros menjelaskan, saat memasuki stadion pun, komunikasi sempat berlanjut menanyakan posisi masing-masing. Berbeda dengan Tomy, kebanyakan rekannya menonton dari tribun ekonomi. Tomy sendiri berada di tribun utama sisi selatan. ”Habis itu kita tidak kontak lagi. Tahu-tahu waktu saya bangun malam hari ada SMS masuk yang mengabarkan jika Tomy meninggal dunia,” ungkap Iros sedih.
Kehilangan sosok Tomy bagi rekan-rekan sekelasnya sangat terasa. Terbukti mulai dari pagi hingga sore, silih berganti berdatangan ke rumah duka di Babadan Rukun Gang VI/3 Surabaya. Tomy dimakamkan di Pemakaman Umum Asem Jajar. Pemakaman ini dihadiri berbagai kalangan, teman-temannya, manajamen dan pemain Persebaya, dan juga ratusan suporter Persebaya atau akrab disebut bonek.
Kronologi Kejadian
Letupan kerusuhan pada pertandingan Persebaya 1927 vs Persija IPL, Minggu kemarin sebenarnya sudah mulai terasa saat tuan rumah Persebaya tertinggal 0-2 hingga memasuki menit ke-70. Namun suasana kembali mereda saat Persebaya berhasil menyamakan kedudukan menjadi 2-2 enam menit berselang.
Saat memasuki injury time, Persebaya kembali tertinggal setelah Emanuel de Porras membobol gawang Persebaya. Usai mencetak gol, De Porras merayakannya ke arah penonton. Aksi ini pun memantik emosi suporter tuan rumah yang secara spontan melempari botol minuman ke bench Persija IPL. Beruntung petugas kepolisian dibantu panitia pelaksana (panpel) masih berhasil meredakan emosi bonek.
Suasana semakin tenang setelah tak lama kemudian, Persebaya berhasil menyamakan menjadi 3-3. Tandukan keras Fernando Soler menyelamatkan tuan rumah dari kekalahan.
Pantauan VIVAbola, keributan tiba-tiba pecah saat sebagian suporter memasuki lapangan untuk melepas spanduk dan mengambil aksesoris lainnya yang ada di pinggir lapangan. Beberapa bonek yang ditemui mengaku bahwa aksi ini biasa mereka lakukan saat Persebaya menjamu tamunya di kandang.
Suasana semakin kacau saat polisi kemudian melepaskan gas air mata ke arah tribun penonton kelas ekonomi. Setidaknya ada enam kali tembakan gas air mata. Asap tebal yang terbawa angin hingga ke tribun VIP. Situasi ini pun membuat penonton yang ada di sana berhamburan ke arah pintu keluar. Beberapa orang tua yang membawa anaknya mulai panik. Sebagian terlihat turun hingga ke lapangan.
Menurut polisi, dua rekannya juga terjebak di pintu keluar di tribun utama sisi Selatan. Di lokasi ini juga ditemukan korban Purwo Adi Utomo sebelum akhirnya dilarikan ke rumah sakit RSUD dr Soetomo. Sayang, nyawanya tidak tertolong. Hasil visum sementara dari IRD RSUD dr Soetomo menyebutkan kematian Tomy akibat aflexia atau kondisi terhambatnya aliran oksigen ke paru-paru karena tekanan.
Sebagian besar suporter akhirnya berhasil keluar stadion. Mereka lalu melampiaskan kemarahan dengan menghancurkan sebuah mobil sedan patroli polisi yang diparkir sekitar 200 meter dari pintu keluar. Polisi kemudian menangkap beberapa suporter yang dianggap sebagai porvokator dalam aksi ini.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol. Tri Maryanto mengaku tindakan polisi sudah sesuai prosedur. Menurutnya, kerusuhan bermula setelah terjadi lemparan-lemparan yang diarahkan ke lapangan dan bangku pemain cadangan. Pihaknya pun terpaksa mengambil langkah tegas dengan melepas gas air mata saat sebagian suporter mulai berusaha masuk ke dalam lapangan.
Ini sudah sesuai prosedur tetap keamanan. Kami berusaha melakukan pengamanan agar massa tidak semakin beringas," ujar dia.
Kepolisian sendiri telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus kematian Purwo. Hal ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi Hilman Thayib, Senin, 4 Juni 2012. Tim akan melibatkan sejumlah personel dari Polrestabes Surabaya. "Intinya kami akan mengusut insiden itu, dimulai dengan SOP penjagaannya. Hasilnya kita tunggu saja," kata Hilman.
Bukan Korban Pertama
Kematian Purwo telah menambah panjang korban tewas akibat kericuhan yang terkait dengan pertandingan sepak bola di Indonesia sepanjang musim ini. Pada 10 Maret lalu, setidaknya lima orang bonek juga harus kehilangan nyawa saat dalam perjalanan menuju Bojonegoro untuk menyaksikan Persebaya bertarung melawan tuan rumah Persibo Bojonegoro dalam lanjutan IPL 2011-12.
Di dalam perjalanan, rombongan bonek diserang sekelompok warga Lamongan dan Bojonegoro yang dendam karena selama ini rumahnya menjadi korban pelemparan bonek saat melintas. Dua dari lima suporter yang tewas itu adalah Huda asal Pesapen, Krembangan, Surabaya; dan Sudarmaji yang beralamat di Rungkut Kidul Rt 3 Rw 3 Gang 2 No 33, Surabaya.
Huda tewas di Rumah Sakit Bojonegoro akibat luka karena lemparan batu. Adapun Sudarmaji meninggal lantaran terhantam papan reklame di Babat, Lamongan, saat naik di atas gerbong kereta api. Sedangkan satu korban lagi, yakni Soimul Fadli, warga Jalan Dapuan, Surabaya. Ia meninggal dunia dalam perawatan di RS Muhammadiyah Lamongan.
Pada Desember 2011, seorang bonek bernama Kunto juga tewas. Kunto bersama teman-temannya terlibat bentrok dengan suporter Deltras, Deltamania di Pasar Ngaban Tanggulangin. Nyawanya tidak bisa terselamatkan meski sempat menjalani perawatan intensif di RSUD Sidoarjo.
Sepekan sebelum tragedi Tambaksari yang menewaskan Purwo, di Jakarta tiga orang meninggal dunia setelah dikeroyok saat pertandingan ISL 2011-12 yang mempertemukan Persija Jakarta vs Persib Bandung. Dua diantaranya diketahui merupakan warga Jawa Barat yang mendukung Persib Bandung dan satu korban lainnya adalah warga Menteng, Jakarta Pusat. Pihak kepolisian telah menangkap sejumlah tersangka dalam kejadian ini. Saat ini Polda Metro jaya sedang mencari terangka lainnya.
Beragam Tanggapan
Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, ikut prihatin dengan jatuhnya korban di kalangan bonek. Setelah kematian Purwo, Soekarwo pun langsung meminta pertimbangan Kapolda Jatim, Irjen Polisi Hadiatmoko. "Saya minta pertimbangan kepada Kapolda Jatim, terkait peristiwa itu," kata Soekarwo.
"Saya sangat prihatin sekali dengan kejadian ini. Dan saya langsung menelepon Kapolda Jatim mempertanyakan situasi hingga semua pihak emosi. Tidak hanya kejadian di Surabaya, saya akan membahas dengan Kapolda tentang keamanan sepakbola di semua daerah. Sebab, sepakbola di Jatim tidak hanya di Surabaya, tapi ada di Malang, Lamongan, Kediri, Sidoarjo, Gresik, dan daerah lainnya."
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga mengaku sangat prihatin. Ia juga berpesan kepada semua pihak untuk saling menahan diri dan tidak mudah terpancing dengan adanya kejadian ini.
"Kami sangat prihatin dengan peristiwa itu. Kenapa sampai timbul korban? Saya minta itu tidak boleh terjadi lagi. Semoga keluarga yang ditinggalkan tetap sabar dan tabah menghadapi cobaan ini," katanya.
PSSI hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Solo yang memayungi perhelatan IPL masih menunggu laporan lengkap dari panitia pelaksana (panpel) Persebaya. Catur Agus Saptono, Wakil Ketua Komdis PSSI saat dihubungi VIVAbola, Senin 4 Juni 2012 mengaku belum bisa menyimpulkan penyebab kejadian itu.
”Kami sedang minta data dari LPIS ( Liga Prima Indonesia Sportindo). Kami minta rekaman-rekaman dan segalanya. Kami ingin tahu kenapa polisi kok sampai melepas gas air mata ke pendukung. Kami ingin tahu penyebabnya," kata Catur.
"Itu kan ada pelemparan gas air mata, lalu suporter berdesak-desakan keluar pintu stadion. Kami belum bisa mengambil kesimpulan karena yang ada di TV baru persepsi media. Kami masih menunggu laporan lengkap dari panpel dan klub Persebaya," sambungnya.
Catur menegaskan, pihaknya akan meminta polisi untuk mengurus tuntas masalah ini. "Saat ini kami tidak memikirkan apakah Persebaya akan menerima sanksi atau tidak. Kami fokus untuk masalah korban karena di sini ada yang meninggal," beber Catur.
"Kami mencurigai ada skenario terselubung di balik pecahnya konflik kali ini. Indikasinya, Persebaya tidak jarang dipersulit perizinan pertandingannya," kata Deputi Sekjen Bidang Kompetisi PSSI, Saleh Ismain Mukadar.
Pentolan Bonek Angkat Bicara
Kericuhan yang menewaskan Purwo juga memaksa salah seroang pentolan bonek, Wastomi Suhari angkat bicara. Dia menilai panitia pelaksana (panpel) harus bertanggung jawab atas kejadian ini.
Wastomi berharap penyelenggara tidak lepas tangan atas kejadian ini. Sebab menurut pria yang juga Pembina Yayasan Suporter Surabaya (YSS) itu, panitia pelaksana juga berperan besar dalam mengerahkan ribuan orang para pendukung Bajul Ijo ke Stadion Tambaksari, Surabaya.
"Panpel jangan sampai lepas tangan. Yang mendatangkan ribuan orang dalam pertandingan itu, siapa lagi kalau bukan Panpel. Jadi, jika ada insiden seperti kemarin, maka Panpel-lah yang harus bertanggungjawab,” kata Wastomi.
Pria yang pernah merasakan kerasnya tugas sebagai ketua panpel di Persebaya itu menyatakan, ada kesan panpel Persebaya hanya ingin menangguk keuntungan setelah dalam laga-laga sebelumnya selalu merugi. "Ini akibatnya jika hanya mikirkan keuntungan. Giliran ada kericuhan, tidak ada yang memikirkan sejauh mana efeknya.”
Selain Panpel, manajamen Persebaya 1927 juga menurutnya juga ikut bertanggung jawab karena telah menjadi penyebab perpecahan di tubuh suporter. Salah satu buktinya adalah terbentuknya Asosiasi Suporter Persebaya (ASP) yang hanya mendukung Persebaya 1927.
"Anggota ASP dilarang mendukung klub lainnya. Akibatnya terlalu fanatik pada Persebaya. Ini akibat fanatik yang berlebihan jika timnya kalah. Beda dengan YSS yang punya visi anggotanya dibebaskan mendukung seluruh cabang olahraga (cabor)," katanya.
"Itulah kenapa YSS keluar dari anggota ASP. Karena visinya sudah beda. Saya sudah wanti-wanti kepada anggota YSS agar tidak terjebak dengan ASP, karena mereka inginnya cuma mendukung satu tim saja. Sementara YSS punya visi mendukung semua olahraga.”
Koordinator suporter juga tak menurut Wastomi juga harus ikut bertanggung jawab. Wastomi menuding koordinator lalai menjalankan tugasnya untuk meredam emosi para anggotanya saat kericuhan.
"Seharusnya perpecahan ini tak perlu terjadi, apalagi sesama suporter. Itu bukti kalau pengurus Persebaya 1927 tidak bisa membina suporternya," beber Wastomi.
Salah seorang suporter Persebaya tewas usai pertandingan IPL antara Persebaya melawan Persija, Minggu, 3 Juni 2012. Purwo Adi Utomo meninggal dunia usai terjadi kericuhan yang melibatkan aparat kepolisian dan bonek saat laga berakhir. Sebagian penonton kocar-kacir setelah pihak kepolisian menambakkan gas air mata ke arah tribun penonton kelas ekonomi, tempat di mana korban ditemukan.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar