VIVAnews - PT Pertamina menyatakan over kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kalimantan hingga 20 Mei 2012 lalu mencapai 12 persen, terdiri dari 21 persen kuota Premium dan 10,2 persen Solar.
Kendati demikian, perusahaan pelat merah ini membantah terjadi kelangkaan BBM bersubsidi di Kalimantan, yang ada adalah pengendalian BBM.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya Yuktyanta menjelaskan, kuota yang ditetapkan untuk daerah Kalimantan pada tahun ini sebesar 3.037.114 kiloliter. Kuota tersebut terdiri dari 1.600.399 kiloliter Premium, 1.039.752 kiloliter Solar, dan 396.963 kiloliter minyak tanah.
"Realisasi Januari-20 Mei itu Premium sudah over 21 persen, Solar 10,2 persen, dengan rata-rata over kuota sebesar 12 persen," kata Hanung saat ditemui di JCC Jakarta, Kamis 24 Mei 2012.
Hanung menuturkan, tugas Pertamina saat ini adalah bertanggung jawab agar kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan pemerintah tidak terlampui. Tentunya, Pertamina harus menyalurkan BBM bersubsidi dengan tepat sasaran dan volume.
Over kuota BBM di Kalimantan, menurutnya, kemungkinan terjadi karena meningkatnya konsumsi di sektor pertambangan dan mobil-mobil angkutan umum. Mobil ini biasanya menjual lagi BBM di kios-kios bensin eceran.
"Kalau kita lihat yang antre di SPBU Kalimantan adalah truk-truk untuk angkut batu bara dan mobil-mobil yang dijual ke kios-kios liar," tutur Hanung.
Pasang Alat Pengendali
Untuk itu, Pertamina melakukan berbagai upaya untuk pengendalian BBM bersubsidi di Kalimantan. Perusahaan rencananya akan memasang sistem point of sales (POS) di setiap SPBU yang ada di Kalimantan.
POS merupakan sistem yang akan mencatat semua transaksi BBM di SPBU secara akurat dari perilaku pembelian pelanggan baik volume, waktu, lokasi SPBU, dan kewajaran pembelian.
"Kini sudah beroperasi tiga di SPBU dan pada akhir bulan ini 25 SPBU. Hingga akhir Juli, selesai di seluruh SPBU yang ada di Kalimantan berjumlah 110 SPBU. Dengan sistem ini akan merekam data pembelian setiap kendaraan, sehingga kalau dinilai beli tidak wajar BBM di nozzle tidak akan keluar," kata Hanung.
Untuk sistem POS ini, diperlukan investasi Rp75 juta per SPBU dengan empat dispenser dan tiga tangki. Sistem ini, lanjutnya, sebagai langkah persiapan jika pemerintah menugaskan Pertamina untuk menjalankan tugas pengendalian BBM bersubsidi.
"Perhitungan kita kalau untuk seluruh SPBU di Indonesia akan menghabiskan minimal Rp500 miliar," ujar Hanung.
Selain sistem POS, Pertamina juga akan mengembangkan SPBU Mobile, yaitu mobil tangki Pertamina yang telah dilengkapi meteran dan nozzle. Pertamina akan mengoperasikan 25 SPBU mobile yang membawa solar non subsidi berkapasitas 5.000 liter di provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah yang akan ditempatkan di mulut-mulut pertambangan. (asp)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar