MEDAN, KOMPAS.com - Terpidana Hermes Joni, mantan Kepala Bappeda Kota Medan yang terbukti melakukan korupsi, kembali menghirup udara bebas meski divonis bersalah dan dihukum penjara di Pengadilan Tipikor Medan. Hakim Ketua Jonny Sihotang kembali tidak memerintahkan penahanan terdakwa, Senin (14/5/2012).
Terdakwa divonis bersalah karena turut melakukan korupsi dana penyusunan Master Plan Kota Medan 2016 pada tahun 2006 yang merugikan negara sebesar Rp 1,52 miliar, dan di dihukum 18 bulan penjara. Jonny yang juga merangkap Kepala Humas PN Medan menolak mengomentari putusan tanpa perintah penahanan itu. Ia beralasan, sebagai hakim ketua dalam perkara itu, ia tidak dapat berkomentar di luar sidang.
Putusan yang dijatuhkan terhadap Hermes lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Sri Wahyuni, yang menuntutnya dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara serta membayar uang pengganti Rp 516 juta. Hakim juga tidak memerintahkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara. Menyikapi putusan hakim yang jauh di bawah tuntutan, Sri Wahyuni menyatakan masih pikir-pikir.
Sama seperti terdakwa Hermes, dua koruptor lain terkait dana penyusunan Master Plan Kota Medan 2016, yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Susi Anggraini dan Direktur PT Indah Karya Fadjrif Hikmana Bustami selaku rekanan pemerintah Kota Medan, juga divonis bersalah dan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Susi dihukum 2 tahun penjara dan Fadjrif divonis 1 tahun penjara. Namun, keduanya juga tak langsung ditahan. Selama persidangan kasus ini, mereka juga tidak ditahan.
Dalam perkara serupa, tersisa satu terdakwa lain yang belum divonis, yaitu Kepala Cabang PT Indah Karya Gatot Suhariyono. Dia juga tidak ditahan selama persidangan. Keempat terdakwa dinilai telah melakukan mark up honor dan biaya operasional untuk tenaga ahli dalam penyusunan Master Plan Kota Medan. Mereka mencairkan dana untuk 65 tenaga ahli dan asisten tenaga ahli, padahal hanya sembilan orang yang bekerja. Akibat perbuatan itu, negara dirugikan sebesar Rp 1,52 miliar.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar