Gonjang-ganjing masalah kedelai kembali menghantui para perajin tempe dengan harga yang meroket dari Rp.5.500,- naik menjadi Rp.8.000,- hal ini dipicu karena langkanya komoditas tersebut, akibat Amerika Serikat sedang dilanda kekeringan ekstrem maka pasokan impor pun berkurang. Kita memang sangat bergantung kepada AS karena setiap tahun kita impor, berdasarkan ARAM I produksi kedelai kita tahun 2012 sebanyak 779 ribu ton sementara jumlah impor kedelai tahun 2011 berdasarkan angka BPS th. 2012 sebanyak 2,1 juta ton. Praktis, setiap tahun negara kita kehilangan devisa triliyunan rupiah akibat impor kedelai yang tiap tahunnya mengalami kenaikan pasokan akibat produksi dalam negeri jeblog.
Pertanyaan yang sering terlontar adalah "Kenapa sih petani kita gak tanam kedelai?"
"Bukankah negeri kita agraris?"
Fakta saat ini, tanaman kedelai hanyalah 'sampingan' bukan sebagai komoditas utama yang diusahakan petani.
Selama ini produksi kedelai ditumpukan pada lahan sawah yang biasanya digunakan pada saat jeda musim tanam padi. Lahan sawah sendiri saat ini terus mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan. Setiap tahun rata-rata konversi sawah mencapai 110 ribu hektare. Sementara lahan yang menjadi sawah baru setiap tahun tidak lebih dari setengahnya. Hilangnya sawah berarti hilang pula lahan untuk tanaman kedelai.
Dapatkah kita mewujudkan swasembada Kedelai pada 2014 ?
Pemerintah perlu menambah lahan untuk meningkatkan produksi kedelai. Penambahan ini menjadi syarat wajib yang harus dilakukan agar terlepas dari ketergantungan impor kedelai. Namun jika melihat lahan yang ada sekarang, keberhasilan target sulit tercapai. Lahan produksi yang ada sekarang sangat terbatas. Untuk bisa meningkatkan produksi kedelai dibutuhkan tambahan lahan minimal 500 ribu hektare. Sementara, saat ini petani kedelai rata-rata hanya menggarap lahan seluas 0,3 hektare.
.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar