Bank Indonesia Jangan Boros Pakai Cadangan Devisa!

Bookmark and Share
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Logo-Bank-Indonesia.jpg

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari komisi XI, Abdilla Fauzi Ahmad menilai langkah tepat diambil Bank Indonesia saat mengintervensi pasar dengan membeli dalam jumlah besar Surat Utang Negara (buy back) yang total pembelian mencapai sekitar Rp 3,1 triliun.

Menurutnya, paling tidak langkah tersebut mampun menenangkan para investor yang butuh kepastian di tengah hantaman krisis Eropa dan Amerika. Terlebih, langkah ini bisa meredam kekhawatiran investor pasar modal.

“Buy back SUN bisa jadi langkah yang tepat untuk menenangkan para investor pasar modal," tegas anggota DPR dari Fraksi Hanura ini kepada wartawan, di Jakarta, Senin (26/9/2011).

Lanjutnya, di tengah nilai tukar rupiah sempat "terombang-ambing" menembus Rp 9.000 per satu dolar Amerika, langkah BI ini baik mendapat apresiasi. Di sisi lain, pembelian kembali SUN dan mewaspadai gerakan rupiah menjadi fokus penting yang harus menjadi prioritas BI.

Buy back SUN ini tidak secara spesifik bisa meredam krisis global. Namun ada baiknya langkah ini dilakukan BI. Karena dapat mengurangi beban hutang pemerintah yang saat ini memang lumayan besar, demikian diterangkannya.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa seharusnya, pemerintah lebih interaktif dalam menghadapi gejolak perekonomia di Eropa dan AS. Apalagi mengingat Indonesia banyak belajar dari tahun-tahun yang lalu saat krisis menerpa ekonomi global.

Ditegaskannya, cadangan devisa sebenarnya tidak harus terus menerus diambil sebagai langkah untuk intervensi rupiah. Karena jumlah cadangan devisa sendiri sebagaimana diketahui jumlahnya terbatas, dan fungsinya banyak.

“Tidak hanya untuk menstabilkan rupiah saja," tegasnya.

Penggunaan cadangan devisa, menurutnya, harus dimanfaatkan untuk pembelian barang-barang impor dan membayar cicilan utang luar negeri.

Untuk diketahui, menurut data Kementrian Keuangan, pemerintah diketahui telah mengucurkan sekitar Rp8,8 triliun untuk menstabilkan posisi utang. Total utang, baik swasta dan pemerintah diperkirakan mencapai Rp1.700 triliun.

Menurut Fauzi, penguatan fundamental ekonomi adalah cara yang jitu mengantisipasi krisis global. Karena itulah pergerakan rupiah harus terus dipantau. Apalagi saat ini kurs mata uang yang melemah bukan hanya Rupiah. Rata rata negara di Asia juga ikut mengalaminya.

Terpenting, menurut mantan auditor BPK ini, pemerintah harus berani mengambil beberapa opsi lainnya, diantaranya pemerintah harus segera menguatkan fundamental perekonomian agar bisa survive dari imbas resesnya perekonomian di Eropa dan Amerika.

Sebagaimana data Kemenkeu selama September 2011, dana asing pada perdagangan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder tercatat mengalami penurunan mencapai Rp 10,37 triliun. Pada perdagangan SBN per 16 September tercatat asing menguasai sebesar Rp 236,85 triliun atau turun Rp 2,61 triliun dari hari sebelumnya sebesar Rp 239,46 triliun.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar