KUDUS, KOMPAS.com--Ratusan fosil purba atau sekitar 20 persen dari 1.100 fosil hasil temuan di kawasan Situs Patiayam, di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kudus, Jawa Tengah, mulai lapuk karena belum tersedianya tempat penyimpanan benda bersejarah yang cukup baik.
"Mayoritas benda fosil purba yang ditemukan berusia geologis antara 700 ribu hingga 1,5 juta tahun yang lalu, sehingga benda-benda bersejarah tersebut mudah lapuk jika tidak disimpan di tempat khusus yang dilengkapi pengatur suhu ruangan," kata Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus Sancaka Dwi Supani, di Kudus, Senin.
Ia mengatakan, ratusan unit koleksi benda bersejarah tersebut disimpan di dua tempat berbeda, yakni di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus dan Balai Desa Terban setelah sebelumnya disimpan di rumah warga setempat.
Benda-benda bersejarah tersebut ditemukan dalam bentuk serpihan dan sebagian ada yang masih utuh yang merupakan temuan sejak tahun 2005 hingga sekarang. "Bahkan, puluhan tahun yang lalu juga ada temuan fosil berupa pecahan tengkorak manusia oleh ahli dari ITB," ujarnya.
Jenis fosil purba yang ditemukan meliputi fosil fauna, seperti fosil Bofidae (sejenis kerbau / banteng / rusa / sapi) dan Elepansi (sejenis gajah purba) yang diperkirakan memiliki usia geologis antara 700 ribu hingga 1 juta tahun yang lalu.
Sedangkan penemuan fosil fauna lainnya, yakni Stegodon Trigonochepalus (gajah purba), Elephas Sp (juga sejenis gajah purba), Ceruss Zwaani dan Cervus Lydekkeri Martin (sejenis rusa), dan Rhinoceros Sondaicus (badak).
Selain itu, ada Brachygnatus Dubois (babi), Felis Sp (macan), Bos Bubalus Palaeokarabau (sejenis kerbau), dan Bos Banteng alaeosondaicus, serta Crocodilus sp (buaya).
"Rencananya, akan dibuatkan museum khusus fosil purba. Tetapi, sampai saat ini belum bisa direalisasikan karena masih terkendala dana," ujarnya.
Pemerintah desa setempat, katanya, akan melakukan pembebasan lahan tanah "bengkok" desa seluas 7.500 meter persegi untuk pembangunan museum.
Berdasarkan "master plan" yang dibuat tahun 2007, katanya, pembangunan museum dan sarana prasarana lainnya, seperti jalan, gapura, dan ruang pamer untuk menunjang lokasi tersebut menjadi objek wisata purbakala dibutuhkan dana hingga Rp16 miliar.
"Tetapi, ’master plan’ tersebut perlu ditinjau kembali karena tidak ’up to date’, jika di bandingkan dengan kondisi sekarang," ujarnya.
Meskipun tempat penyimpanan benda-benda bersejarah saat ini belum memadai, katanya, perawatan tetap dilakukan secara rutin dengan mengandalkan dana yang ada.
Alokasi dana yang diterima dari APBD Kudus tahun 2010, katanya, hanya sekitar Rp98 juta, sekitar 49 persen di antaranya dialokasikan untuk perawatan, sedangkan sisanya untuk pembangunan fisik.
Agar benda-benda bersejarah tersebut tetap awet dan tidak mudah lapuk, katanya, diberikan lapisan (coating). "Biayanya tentu tidak sedikit, tetapi tetap diupayakan agar benda-benda bersejarah tersebut tetap utuh seperti awal penemuan," ujarnya.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar