Menunggu Keseriusan SBY, KPK Menyerah Buru Nunun

Bookmark and Share
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Nunun-Nurbaeti-ok.jpg

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KPK tampaknya menyerah memburu Nunung Nurbaeti, tersangka dalam kasus suap anggota DPR RI periode 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom. KPK dan Kepolisian belum tahu keberadaan istri mantan Wakil Kapolri tersebut. Nunun diduga dilindungi kekuatan besar, dan untuk menangkapnya sangat bergantung pada kehendak baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku kesulitan membawa pulang Nunun ke Indonesia lantaran adanya perlindungan keamanan dari pihak tertentu Terkait hal itu KPK harus menjelaskan langkah untuk memulangkan Nunun yang sudah dilakukan.

Busyro mengatakan karena KPK kesulitan menangkap Nunun, seharusnya, tanpa diminta KPK, Presiden seharusnya sudah bisa mengusahakan kepulangan tersangka kasus travel cek Deputi Gubernur Bank Indonesia, Nunun Nurbaeti. Hal tersebut menyusul pengakuan Busyro yang mengatakan ada kekuatan besar melindungi istri Politisi PKS, Adang Daradjatun.

"Presiden itu pasti baca berita. Lalu disampaikan ke stafnya. Jadi presiden itu kan punya kewenangan memerintahkan anak buahnya, tanpa kami minta pun harusnya sudah ada political will dari presiden," ujar Busyro di gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

Menurut Busyro seharusnya Presiden SBY yang melakukan komunikasi antarnegara untuk memulangkan Nunun. "Ya iya," jelas Busyro.

Saat ditanya pihak keamanan mana yang melindungi Nunun sehingga tidak bisa dibawa ke tanah air, Busyro berdalih tidak mengtahui.

"Kita tidak tahu persis, apa swasta, nasional atau internasional. Kalau tahu kita sudah menyiapkan langkah-langkah," jelasnya.

Busyro juga enggan menjelaskan lebih lanjut dari mana ia mendapatkan informasi mengenai adanya pihak yang melindungi Nunun. "Pokoknya ada informasi yang kami dapat," pungkasnya.

Nunun merupakan buron kasus suap anggota DPR dalam pemilihan deputi senior gubernur Bank Indonesia Miranda S Goeltom, tahun 2004. Dalam kasus ini, Nunun diduga sebagai penyedia cek perjalanan yang dibagikan kepada Komisi IX DPR terkait pemenangan Miranda sebagai pejabat tinggi bank sentral. Pada persidangan kasus suap ini di Pengadilan Tipikor Jakarta terungkap anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Golkara, Fraksi PDI P, Fraksi TNI/Polri dan PPP mendapatkan dana untuk memilih Miranda, melalui voting.

Pada hari pemilihan tanggal 8 Januari 2004, setelah Miranda dinyatakan menang. Dudhie Makmun Murod selaku Bendahara Umum PDIP menerima sejumlah amplop berisi cek dari mantan staf pengusaha Nunun Nurbaeti, Arie Malangjudo.

Cek keluaran Bank Internasional Indonesia (BII) dengan nilai total Rp9,8 miliar itu selanjutnya didistribusikan kepada rekan satu fraksinya di Komisi IX DPR. Cek serupa juga diterima oleh tiga fraksi lain di Komisi Keuangan periode 1999-2004 yakni PPP, Golkar dan
TNI/Polri.

Nunun Nurbaeti menghilang sejak 2010. Kalau dia dipanggil KPK, kelaurga berdalih dia dalam kondisi sakit parah, lupa ingatan permanen. Nunun pun sudah menjadi buronan internasional sejak 14 Juni 2011 setelah Polri mengirimkan red notice kepada Interpol. Red notice adalah permintaan penangkapan terhadap seseorang yang ditetapkan sebagai buron. Red notice kepada istri mantan Wakil Kepala Polri Komjen Adang Daradjatun tersebut terbit permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota Interpol di 188 negara masih terus mencari Nunun, yang wajahny Nunun sudah terpampang dalam situs resmi Interpol. Tercatat, ciri-ciri fisik perempuan berusia 60 tahun itu yakni tinggi badan 1,55 meter, berat 55 kilogram, mata dan rambut berwarna hitam.

Nunun sudah meninggalkan Indonesia ke Singapura sejak 23 Februari 2010. Satu tahun kemudian dia baru ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Nunun diketahui sempat pindah ke Thailand dan Kamboja. Paspornya sudah ditarik oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dalam rapat itu, Ketua KPK Busyro Muqodas menjelaskan alasan mengapa Nunun belum tertangkap selama sekian tahun. Padahal, Nunun sudah menjadi incaran pihak interpol. Nunun adalah buronan kasus travel cheque pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia Miranda.

"Kalau Nunun tidak tertangkap karena ada kekuatan-kekuatan besar. Kami, belum bisa menghadirkan Nunun yang sedang di luar negeri. Ada kekuatan yang sulit terjangkau," kata Busyro.

Kekuatan besar dimaksudkan diduga bertugas menjaga keamanan Nunun Nurbaeti selama pelarian di luar negeri. "Informasi kepada saya ada kekuatan keamanan tertentu darimananya belum jelas," kata Busyro lagi.

Apakah itu Polisi? Busyro tertawa segar, "Hehehehehe..." Lebih jauh Busyro menambahkan dia tidak mau berspekulasi apakah ada intelijen di balik Nunun ataupun lembaga tertentu yang melindunginya.

"Saya belum sampai pada intelijen. Saya tidak akan mudah menuduh lembaga tertentu, dan itu enggak fair untuk menuduh lembaga tertentu," katanya.

Kemarin, untuk kesekian kali, mantan Wakil Kepala Polri Adang Darajatun mangkir saat rapat kerja antara Komisi III DPR, dengan KPK. Informasi yang dihimpun dari beberapa anggota Komisi III DPR, Adang, yang kalah pada Pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2007 itu memang tak hadir sejak awal. Saat itu, Adang mengendarai PKS sebagai tumpangan politik.

Informasi lain menyebut mengapa Adang Darajatun absen rapat dengar pendapat dengan KPK. "Agar tidak ada conflict of interest dan anggota dapat bebas bila mau menanyakan kasus Ibu," begitu penjelasan Adang Darajatun melalui rekannya di Komisi III yang enggan disebutkan namanya.

Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Aboebakar Alhabsy kemudian meminta kepada KPK, untuk membuktikan jika benar Nunun Nurbaeti ada yang melindungi. Ia menegaskan, dalam menegakkan hukum, KPK diharapkan untuk tidak
membuat opini tanpa bisa dibuktikan.

"Buktikan aja deh. Jangan dramatisasi begitu lah? Masa ingin menegakan hukum pakai opini dan duga-duga atau ilusi. Kalau memang ada katakan siapa kekuatan besar tersebut, kekutan besar di Indonesia ya presiden itu sendiri," kata Aboebakar menandaskan.

Sementara Komisi III DPR RI justru meminta KPK melaporkan kesulitan menangkap Nunun Nurbaeti kepada Presiden SBY. "KPK harus melaporkan itu kepada kepala negara supaya kepala negara dapat melakukan koordinasi antarnegara," ujar Ketua Komisi III DPR Benny K Harman di gedung DPR.

"KPK harus menjelaskan secara terbuka apa langkah yang sudah diambil selama ini. Tentu KPK sudah mengambil langkah, kalau tidak berarti KPK tidak sungguh-sungguh," kata Benny, politisi Partai Demokrat.

Apabila benar-benar tidak bisa dihadirkan, KPK harus tetap meneruskan proses hukum terhadap Nunun. "Menurut saya sih kalau nggak bisa dibawa pulang bisa disidangkan inabsentia. Yang bersangkutan disidangkan tanpa dihadirkan," kata Benny, pemegang gelar doktor di bidang hukum.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar