Maskapai Merpati Hampir Mati

Bookmark and Share
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/Maskapai-Merpati-Nusantara.jpg

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di ambang kebangkrutan. Itu mungkin kata yang bisa disematkan ke Maskapai Merpati Nusantara Airlines (Merpati). Sejak pasokan bahan bakarnya dihentikan Pertamina di dua tempat yaitu Bandara Hasanuddin (Makassar) dan Juanda (Surabaya) pada Sabtu (15/10/2011), lebih dari setengah jumlah operasional penerbangan Merpati lumpuh lebih dari setengahnya.

Bahkan direktur utamanya, Sardjono Jhony Tjitrokusumo kepada Tribunnews.com mengakui, kalau kondisi tersebut dialami dalam beberapa waktu, Merpati pasti bangkrut. Sebanyak 27 unit pesawat yang biasa dioperasikan, saat ini sebagian besar diparkir di Surabaya dan Makassar, karena tidak bisa mendapatkan BBM.

"Dalam seharinya, potensi kerugian mencapai Rp 2,3 miliar hingga Rp 2,5 miliar dari 80 persen pendapatan yang tidak bisa diterima. Kalau tidak ada pasokan maka Merpati akan bangkrut," kata Jhony.

Embargo terjadi akibat kejengkelan Pertamina yang hingga saat ini piutang-piutang atas Merpati tidak dibayarkan. Merpati memang punya utang menumpuk ke Pertamina. Di balik utang lancar untuk pembelian avtur senilai Rp 2,73 miliar dan 93.586 dolar AS, total utang pokok sejak 2006 yang saat ini mencapai Rp 270 miliar, plus denda dan bunga, maka total utang Merpati ke Pertamina mencapai Rp 550 miliar!

Utang-utang tersebut dinilai tidak bisa dibayarkan ke Pertamina. Karenanya Pertamina yang sebenarnya juga sama-sama BUMN tersebut memutuskan untuk menghentikan kerjasama pasokan avtur. Masalahnya, penyedia avtur di sebagian besar bandara di Indonesia saat ini masih dimonopoli oleh Pertamina.

Boleh jadi, embargo Pertamina ini menjadi badai terbesar yang dialami oleh maskapai tertua yang masih beroperasi di Indonesia. Sebelumnya, Merpati juga mengalami banyak masalah seperti ancaman para lessornya untuk mengambil alih pesawatnya karena sewanya telat bayar hingga masalah dengan para tenaga kerjanya sendiri.

"Merpati selalu bermasalah dan sekarang adalah masalah terbesar. Kalau tidak bisa keluar dari problem ini, rasanya Merpati akan bangkrut," kata pengamat penerbangan Dudi Sudibyo.

Meski terus bermasalah, jelasnya, maskapai yang berdiri sejak tahun 1962 pernah menjadi andalan bagi pemerintah untuk membuka rute-rute perintis (rute yang mendapatkan subsidi pemerintah). Pada saat maskapai lain tak mau masuk ke daerah-daerah pedalaman, Merpati masuk dan memberikan layanan penerbangan kepada masyarakat setempat.

Anehnya, pada saat daerah tersebut maju dan maskapai lain masuk, Merpati tidak bisa bersaing dan akhirnya rute itu direbut oleh kompetitor. Dan ini terjadi di banyak rute penerbangan. Bahkan ketika rute perintis ditender kepada operator swasta, Merpati hanya bisa mendapatkan jatah kurang dari 30 persen.

"Ini terjadi karena manajemen yang tidak bagus," jelasnya.

Meski demikian, Dudi berharap pemerintah tidak membiarkan maskapai tersebut kolaps, mengingat jasa-jasanya pada masa lalu yang cukup besar.

"Satu caranya adalah orang-orang Merpati itu diganti semua, terutama para manajemennya, karena tidak bisa mengelola maskapai," tegas Dudi.

Soal utang Merpati yang sangat besar, tidak bakal bisa dibayar. Karenanya harus ada langkah pemerintah, misalnya dengan merekstrurisasi utang dengan kejelasan dana revitalisasi perusahaan. Saat ini dana revitalisasi Merpati sebesar Rp 561 miliar belum terealisasi.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar