dr Mira dan Perjuangan Tugas di Puskesmas Tanpa Listrik

Bookmark and Share
http://images.detik.com/content/2011/08/29/1201/dr-mira-dalam.jpg
Listrik menjadi barang langka di Kecamatan Salatiga Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Bukan cuma warga yang dipaksa hidup tanpa listrik tapi pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) disana pun mengalaminya. Karena tak ada listrik, dokter Mira Rahmawati tak bisa melakukan USG kehamilan dan vaksinasi.

Tak adanya listrik ini membuat pemeriksaan dengan menggunakan listrik seperti periksa USG untuk ibu-ibu hamil atau melakukan sterilisasi alat-alat menjadi sulit atau tidak bisa dilakukan.

"Untuk imunisasi juga sulit, jadi kalau ada balita atau ibu-ibu yang ingin diimunisasi itu daftar dulu tapi nanti suntiknya tidak disitu karena tidak tersedianya listrik," ujar dr Mira yang dinobatkan Kementerian Kesehatan menjadi salah satu 'Tenaga Kesehatan Teladan 2011'.

Tapi masalah tak adanya listrik tak membuat dokter kelahiran Jakarta 26 September 1969 ini patah semangat. dr Mira yang sudah bertugas di daerah Sambas selama 10 tahun ini tetap setia melayani permasalahan kesehatan warga. Ia mengaku senang jika bisa membantu orang lain dengan keterampilan yang dimiliknya.

"Menjadi dokter adalah suatu pekerjaan yang mulia, bukan karena saya idealis. Tapi merupakan hal yang menyenangkan jika kita bisa menyembuhkan atau merawat orang lain, melihat orang yang tadinya tidak punya harapan untuk sembuh tapi menjadi sembuh adalah hal yang menyenangkan," ujar dr Mira yang ditemui detikHealth di gedung Kemenkes, Jakarta seperti ditulis Senin (29/8/2011).

Bukan cuma masalah listrik yang membuat fungsi puskesmas ini tidak maksimal, sulitnya transportasi ke puskesmas membuat warga harus bersusah payah untuk datang. Jalur utama ke puskesmas sepanjang 8 km berupa jalan berbukit-bukit sementara posisi puskesmas ada di bawah bukit.

"Kalau musim kemarau jalanan yang dilalui berdebu dan kering sedangkan kalau musim hujan jalannnya becek, kadang motor yang digunakan bisa berseret. Ada pula masyarakat yang harus melalui perjalanan air dan tanah untuk mencapai puskesmas," ungkapnya.

Saat ditugaskan di puskesmas kabupaten Sambas sebagai dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) tahun 2002, dr Mira mengaku terkejut dengan banyaknya kasus gizi buruk dan kaki gajah di Kabupaten tersebut.

"Saya kasian karena kok masih ada kasus gizi buruk seperti itu, memang kondisi sosial ekonomi disana rendah, tapi alangkah baiknya kalau hal ini bukan hanya pekerjaan bagian tenaga kesehatan namun melibatkan lintas sektoral, karena faktor utama dari gizi buruk adalah kemiskinan," ujar dr Mira yang lulusan Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Jakarta.

dr Mira menuturkan alangkah baiknya jika sudah ada kasus yang mengarah ke gizi kurang sebaiknya harus cepat tanggap untuk melakukan preventif, jangan kalau masalah sudah timbul baru berkoar-koar. Untuk menekan masalah gizi buruk pada anak-anak tersebut, dr Mira ikut melibatkan ibu-ibu PKK di kawasan itu.

dr Mira juga menjaring Kemitraan dengan kader-kader kesehatan lainnya seperti untuk mengenalkan Kadarzi, sehingga jika ada kasus-kasus tertentu masyarakat lebih tanggap dan mau mengiformasikannya ke pusat pelayanan yang ada, misalnya ke pustu (puskesmas pembantu). "Nanti dari situ bisa lebih mudah diinfokan ke puskesmas," imbuhnya.

Jarak puskesmas ke rumah sakit rujukan sekitar 10-12 km. Jika ada pasien yang harus dirujuk ke rumah sakit, biasanya ia mengandalkan mobil pribadi warga seperti mobil pick up.

"Peralatan alat kesehatan dan penunjangnya disini terbatas, seperti misalnya ada pasien yang sesak napas harus dirujuk ke rumah sakit karena kami tidak punya oksigen, padahal untuk ke rumah sakit akomodasinya sulit dan jaraknya lumayan jauh," ujar dr Mira.

Sedangkan untuk masalah penyakit kaki gajah (filariasis), dr Mira merasa prihatin karena penyakit ini seharusnya bisa diobati dan dicegah. Penyakit ini menimbulkan efek yang serius secara kosmetik karena terlihat cukup mengganggu. Penderitanya kemungkinan juga terhambat masa depannya karena sulit melanjutkan pendidikan atau susah mendapatkan keturunan karena mungkin nantinya tidak ada yang mau menikah dengannya.

dr Mira berharap apa yang dilakukannya saat ini bisa terus berkembang dan mendapatkan dukungan dari semua pihak baik pemerintah atau pun masyarakat dimana ia ditempatkan.

"Saya pikir dimana pun seseorang ditempatkan maka ia tidak akan pernah puas, jadi lebi baik saya membina sesuatu yang memang sudah saya ketahui keadaan-keadaannya. Karena itu saya mau bertahan dan meneruskan apa yang suddah saya lakukan di sini," ujar dr Mira yang selalu terlihat bersemangat ini.

Biodata

Nama: dr Mira Rahmawati
Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 26 September 1969
Status: Menikah dengan suami Eko hidayat Rahardjo dengan 3 orang putri
Riwayat pendidikan: Fakultas kedokteran Trisakti Jakarta
SMAN 26 Halim Perdanakusuma Jakarta
SMPN 8 Palembang
Pekerjaan: dokter dan Kepala Puskesmas Kecamatan Salatiga Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat
Organisasi: anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Sumber : .detikhealth.com/read/2011/08/29/090958/1713124/1201/dr-mira-dan-perjuangan-tugas-di-puskesmas-tanpa-listrik?l991101755

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar