"Optimalisasi Kearifan Lokal dalam Diversifikasi Pangan"
Sebuah advertorial dari Kementerian Pertanian yang dimuat di harian Kompas (24/8/2010) sangat menarik untuk direnungkan, barangkali ajakan dari Kementerian Pertanian dalam diversifikasi pangan perlu digalakkan dan disosialisasikan lebih gencar lagi agar keaneka-ragaman pangan di Indonesia lebih optimal dimanfaatkan oleh banyak penduduk. Kapan kita bisa mengekspor beras ke manca negara kalau kita sendiri termasuk pengomsumsi beras terbesar di dunia.
Mari beralih pangan alternatif non beras. Mau…???
“Yang terjadi sebenarnya lapar psikologis,” ungkap Menteri pertanian Suswono. Sudah makan roti tapi masih terasa lapar karena belum bertemu nasi. Bagi kebanyakan warga Indonesia, makan identik dengan nasi. Yang namanya makan ya makan nasi, bukan lainnya. Meski sudah makan roti beberapa potong, masih saja terasa lapar karena belum makan nasi.
Ke depan, jelas Mentan, persepsi makan = nasi itu perlu diluruskan. Makan tak harus nasi. Di luar nasi, masih banyak sumber pangan lain. Pola makan yang mesti nasi telah menempatkan Indonesia sebagai pemakan beras terbanyak di dunia. Menurut statistik, konsumsi beras per kapita rakyat Indonesia mencapai 139,5 kg per tahun. Ini angka konsumsi tertinggi di Asia. Bahkan mungkin dunia. Bandingkan dengan warga ASEAN lain yang tingkat konsumsinya masih dibawah 90 kg per tahun.
Selain beras, Indonesia, sesungguhnya, punya banyak sumber karbohidrat. Mulai dari jagung, sagu, singkong, ubi, talas, gembili, kentang, kana, serta umbi-umbian lainnya. Tanaman pangan itu tumbuh subur di Indonesia. Potensi produksi dan produktivitasnya yang terbuka lebar untuk ditingkatkan. Aneka sumber pangan itu, selama ini, belum banyak disentuh. Padahal, semuanya bisa dan layak jadi sumber pangan alternatif.
Soal rasa dan selera? Mestinya, tidak menjadi masalah. Macam-macam sumber karbohidrat itu bisa diolah demikian rupa menjadi pangan yang mengundang selera. Selain punya cita rasa enak dan lebih variatif, diversitas pangan juga bisa lebih menyehatkan. Aneka pangan alternatif itu juga memiliki nutrisi (nilai gizi) yang tak kalah baiknya. Maka, mulai sekarang, saatnya kita melakukan diversifikasi pangan dengan mengkonsumsi aneka sumber makanan non beras yang ada di sekitar kita.
Bangsa Indonesia yang plural, tambah Mentan Suswono, punya banyak kearifan lokal. Hampir setiap suku punya keunikan yang khas dalam pola dan menu makannya. Realitas ini amat bagus dikembangkan untuk memperkaya diversitas pangan, sekaligus menambah variasi pola makan nusantara kita.
Dengan diversifikasi, sumber pangan kita tambah berlimpah, asupan gizi menjadi lebih lengkap dan menyehatkan. Pada saat yang sama, industri jasa boga dengan nuansa kearifan lokal bisa berkembang dan pastinya membuat ketahan pangan kita semakin kokoh dan mantap.
(Sumber: Advertorial Kompas, 24 Agustus 2010)
.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar