Polisi Gemuk Sering Mengalami Gangguan Tidur

Bookmark and Share
http://images.detik.com/content/2011/12/21/763/polisi-makan-ts-dlm.jpg
Philadelphia, AS, Di Amerika Serikat dan Kanada ditemukan bahwa 40 persen petugas polisi memiliki gejala gangguan tidur, termasuk sleep apnea dan insomnia. Sleep apnea adalah gangguan tidur berupa kesulitan bernapas berulang kali ketika sedang tidur.

Petugas yang diketahui positif mengalami gangguan juga lebih cenderung kelelahan, mengalami depresi atau gangguan kecemasan. Dan selama dua tahun berikutnya, petugas ini melakukan lebih banyak kesalahan administratif, pelanggaran keamanan dan lebih rentan tertidur di mobil.

"Secara umum kita memiliki sikap budaya bahwa tidur itu untuk si lemah. Ketika berada dalam sebuah lingkungan di mana tanda-tanda kelemahan dianggap akan mengecilkan hati, ada tekanan sosial agar tidak mengatasi gangguan tidur atau mengabaikannya," kata Dr Michael Grandner dari Center for Sleep and Circadian Neurobiology di University of Pennsylvania di Philadelphia, seperti dilansir Reuters, Rabu (21/12/2011)

Dalam penelitian yang dimuat Journal dari American Medical Association ini, terdapat hampir 5.000 orang petugas polisi yang disurvei mengenai gangguan tidur dan topik kesehatan lainnya.

Para petugas ini berasal dari Philadelphia dan polisi negara bagian Massachusetts serta polisi AS dan Kanada lainnya. Para petugas itu rata-rata berusia 38-39 tahun dan sebagian besar telah berada di kepolisian selama lebih dari sepuluh tahun.

Dr Charles Czeisler dari Brigham and Women's Hospital di Boston dan koleganya menemukan bahwa 40 persen petugas yang diperiksa positif memilki setidaknya satu gangguan tidur. Yang paling umum dialami adalah apnea tidur yang mempengaruhi sepertiga dari polisi yang diperiksa, diikuti oleh insomnia dalam taraf sedang atau berat, dan gangguan kerja yang terdiri dari mengantuk dan insomnia karena bekerja di malam hari.

Petugas yang memiliki gangguan tidur lebih dari dua kali lebih mungkin mengalami depresi, kelelahan emosional, dan mengalami gangguan kecemasan dibandingkan petugas yang memiliki jam tidur yang sehat.

Pada kuesioner tindak lanjut dua tahun berikutnya, petugas yang kurang tidur itu juga 40-60 persen lebih mungkin membuat kesalahan administrasi yang serius, tertidur saat mengemudi, melakukan kesalahan karena kelelahan, atau mengancam keselamatan selama bekerja. Petugas yang kurang tidur lebih banyak melaporkan keluhan warga dan lebih sering menunjukkan kemarahan yang tak terkendali terhadap tersangka atau warga negara.

Peneliti mencatat bahwa kelebihan berat badan mampu meningkatkan risiko sleep apnea. Hampir 80 persen dari petugas yang disurvei adalah petugas yang kelebihan berat badan atau obesitas.

"Orang-orang yang kurang tidur memiliki kekurangan dalam kemampuan untuk membuat keputusan yang baik, merespon secara efektif, menggerakkan kendaraan, dan hampir semua hal terganggu," kata Bryan Vila, profesor peradilan pidana yang mempelajari tidur dan kinerja polisi di Washington State University tetapi tidak terlibat dalam penelitian ini.

Para peneliti mengatakan departemen kepolisian bisa berbuat lebih banyak untuk memastikan bahwa petugas yang memiliki gangguan tidur mendapat pengobatan yang tepat seperti alat bantu tidur, terapi atau perubahan dalam jadwal kerja.

Sleep apnea dapat diobati dengan alat bantu tidur dan masker yang digunakan pada malam hari. Terapi perilaku seringkali merupakan langkah pengobatan pertama untuk penderita insomnia. Untuk polisi dengan gangguan shift kerja, pemotongan jam lembur akan dapat membantu.

sumber : .detikhealth.com/read/2011/12/21/153548/1796733/763/polisi-gemuk-sering-mengalami-gangguan-tidur?l1102755

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar