Remaja Jarang Periksakan Organ Intim, Takut Dikira Tak Perawan

Bookmark and Share
http://images.detik.com/content/2011/09/16/763/sekolah-ts-dalam.jpg
Jakarta, Melakukan pap-smear atau sekedar memeriksakan keputihan bukan hal yang mudah bagi para remaja putri. Saat datang ke dokter kandungan, kadang pasien lain atau bahkan dokternya sendiri diam-diam langsung menghakiminya sudah tak perawan.

Hal ini diakui oleh mahasiswi 21 tahun asal Yogyakarta, Denty Piawai Nastitie yang biasa dipanggil Denty. Menurutnya, diskriminasi terhadap kaum perempuan khususnya remaja putri tak hanya terjadi di lingkungan sosial tetapi juga di tempat-tempat layanan kesehatan.

Denty yang menjadi Youth Coordinator di acara The 6th Asia Pasific Conference on Reproductive and Sexual Health and Rights (APCRSHR) 19 Oktober 2011 mengalami sendiri perlakuan diskriminatif tersebut saat memeriksakan organ intimnya yang mengalami keputihan. Tak cuma memberi saran bagaimana menyembuhkannya, dokter yang memeriksa malah berceramah panjang lebar soal pergaulan bebas dan terkesan sangat menggurui.

Sikap beberapa dokter maupun tenaga medis yang cenderung menuduh seperti itu ketika berhadapan dengan remaja putri dengan masalah organ reproduksi tentu tidak menyenangkan. Remaja putri yang merasa dipermalukan oleh sikap seperti itu kadang-kadang jadi takut untuk periksa.

"Tesnya itu jadi satu dengan tes kehamilan. Bisa dibayangkan dong, stigma orang yang melihat juga sudah negatif," tutur Denty kepada detikHealth usai konferensi pers The 6th APCRSHR di Gedung BKKBN, Halim Perdanakusuma, Jumat (16/9/2011).

Malu dan kemudian malas untuk periksa akhirnya menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan reproduksi. Banyak di antara remaja putri yang akhirnya kena komplikasi serius misalnya kanker serviks, yang sebetulnya bisa dicegah jika mendapatkan pemeriksaan dan penanganan sejak dini.

Sementara itu Kepala BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana nasional), Sugiri Syarief mengatakan ada peraturan yang melarang dokter untuk bersikap diskriminatif. Namun tidak ada sanksi yang bisa diberikan, karena hal itu lebih terkait pada profesionalisme individu para dokter.

"Secara formal, yang seperti itu (diskriminasi) tidak dibenarkan. Siapapun, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan tremasuk kesehatan reproduksi," tegas Sugiri.

Agar para remaja putri tidak perlu malu jika harus mengunjungi dokter kandungan, BKKBN juga memiliki program Pusat Informasi dan Kesehatan (PIK) Remaja di sekolah-sekolah. Tujuannya adalah melatih beberapa remaja untuk menjadi konselor sebaya (peer conselor) bagi rekan-rekan di sekolahnya, yang membutuhkan informasi soal kesehatan reproduksi.

Sumber : detikhealth.com/read/2011/09/16/152144/1724267/763/remaja-jarang-periksakan-organ-intim-takut-dikira-tak-perawan?ld991107763

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar