Diperiksa KPK, Ini Pengakuan Menteri Keuangan

Bookmark and Share
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/20110617_Paparan_Hasil_Kajian_Sistem_Pengadilan_Pajak.jpg

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (4/10/2011), melakukan pemeriksaan terhadap Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo. Agus diperiksa lantaran dia turut menandatangani pengesahan anggaran senilai Rp 500 miliar untuk program percepatan pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi.

Terkait atas pemeriksaan dirinya, kemarin, Agus menjelaskan dirinya memberikan keterangan atas 3 tersangka dalam kasus pencairan dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT) di Kemenakertrans.

“Kemarin saya datang dari KPK menjelaskan tentang yang terkait dengan tiga orang yang dimasukkan sebagai tersangka,” ungkap Agus Marto saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/10/2011).

Selain itu, Agus mengatakan dirinya memberikan penjelasan proses anggaran, bagaimana prosesnya, dan bagaimana langkah-langkah yang dilalui sehingga menjadi anggaran.

Sementara itu, kemarin, usai diperiksa KPK, Agus Martowardojo mengakui pemerintah, dalam hal ini kementeriannya, ikut menyetujui pengalokasian anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk program pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi.

"Mekanisme persetujannya itu di Banggar (Banggar) dan memang disetujui antara pemerintah dan DPR. Pemerintah adalah Kemenkeu dan disetujui di rapat paripurna," ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/10/2011). Menkeu juga mengakui jika dana Rp 500 itu masuk dalam DIPA mereka.

Hari ini, Agus diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kasus suap program pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi I Nyoman Suisnaya, Dadong Irbarelawan dan Dharnawati. Agus mengaku dicecar lima hingga enam pertanyaan oleh penyidik dala pemeriksaan yang berlangsung selama sekitar 4 jam itu.

Terkait kasus suap ini, Agus memiliki penilaian yang sama dengan KPK. Bahwa dalam kasus ini, kata Menkeu, memang ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat negara dan atau pegawai negeri sipil.

"Dan atau juga melakukan conflict of interest atau pertentangan kepentingan dan ditambah pengusaha yang ingin mendapatkan usaha dengan menghalalkan segala cara," tuturnya.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar