Ada Tulang Belulang Rusa di Dasar Candi Lumbung

Bookmark and Share

TRIBUNNEWS.COM - CANDI Lumbung Sengi di Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menjadi contoh nyata betapa sejarah sebuah peradaban berhimpitan rapat dengan produk letusan gunung Merapi.

Candi itu kini nyaris tergerus dan bisa musnah tertelan material vulkanik andai saja tak ada tindakan cepat. Nasibnya bisa sama dengan belasan, atau mungkin puluhan candi lain yang diyakini masih terkubur di bawah permukaan pasir dan tanah subur lereng barat Merapi.

Candi Lumbung diperkirakan bangunan relijius Budha yang didirikan pada abad VIII. Bangunannya berdiri di atas batur berdenah bujur sangkar dengan ukuran 8,43 x 8,43 meter, dan menghadap ke arah barat.

Di bagian atap bangunan sudah terlihat runtuh tak berbentuk, hanya tersisa sedikit di bagian barat daya, dan batu-batunya menumpuk di tengah bangunan candi. Pada bagian pipi tangga, terdapat hiasan berpola sulur gelung yang keluar dari pot dan diapit dua ekor patung burung.

Pada bagian kaki candi, terdapat relief gana. Kini Candi Lumbung tengah dalam proses pemindahan ke lokasi yang lebih aman dari gerusan lahar dingin yang mengalir di Kali Pabelan, guna menyelamatkan mata rantai peradaban masa lalu.

Ekspedisi Sabuk Merapi 2011 yang digagas Harian Pagi Tribun Jogja dan BPPTK Yogyakarta akan mengunjungi titik penting ini yang jadi tanggungjawab tim sektor barat, atau im yang menyusuri rute Babadan. Info terbaru dari sektor ini, tim ekskavasi Candi Lumbung menemukan artefak unik, Rabu (19/10) siang.

Petugas yang menggali dasar candi menemukan tulang belulang binatang yang terkubur di bawah bangunan, sekitar 3,5 meter dari lantai dasar candi. Tulang belulang itu ditemukan tak sengaja ketika para pekerja sedang mengangkat batuan di bagian tengah candi sebanyak delapan susun.

Kepala Pokja Pemanfaatan, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng, Denny Wahju Hidayat SS MA menjelaskan, tulang belulang binatang tersebut ditemukan di lapisan batu paling bawah dari total 32 lapisan pada candi.

Menurutnya, bangunan candi lumbung ini tergolong unik dan beda dengan candi pada umumnya. Pada bagian tengah terdapat lubang selebar 120 centimeter dan menembus delapan susun batuan setinggi 3,5 meter, yang memiliki fungsi untuk resapan air.

"Uniknya lagi yang membedakan dengan yang lain, di bagian sisi-sisi dinding candi juga terdapat lubang dengan bentuk horisontal dan berhubungan langsung dengan lubang utama," ujarnya. Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Siswanto, menduga tulang belulang itu dari hewan jenis rusa.

Sebelumnya ada dugaan tulang babi, tapi setelah dicermati dilihat dari ciri-ciri giginya, hewan tersebut adalah hewan jenis herbivora. "Susunan gigi herbivora beda dengan karnivora dan omnivora," katanya.

Tulang belulang tersebut hewan purba atau fosil, namun hanya kategori hewan kuno yang hidup
bersamaan dengan candi ini dibangun, yakni pada abad ke-9. "Kalau fosil itu usianya jutaan tahun,
tapi kalau ini belum sampai. Lagipula, jenis fosil tidak mungkin bisa bertahan di tanah yang ada di
wilayah sekitar ini, karena kadar asamnya tidak memungkinkan bisa tahan lama," ungkapnya.

Siswanto mengungkapkan, biasanya memang pada candi-candi lain juga ditemukan tulang belulang walaupun jumlahnya hanya sedikit dan tidak utuh. Tapi untuk Candi Lumbung ini, memang baru pertamakali ditemukan tulang belulang dalam jumlah banyak.

Saat pembongkaran Candi Kimpulan di komplek kampus UII, Pakem, Sleman, juga ditemukan tulang belulang meski hanya seukuran ibu jari. Pada Candi Lumbung ini, temuan sementara rahang atas tanpa tengkorak, tulang lengan, dan kaki belakang.

Selain itu, juga ditemukan potongan keramik masa Dinasti Sung abad ke sembilan. "Tapi untuk keramik itu sendiri memang dibuat jauh sebelum usia candi itu dibangun," katanya. Setelah penemuan itu, tulang belulang akan dikaitkan terlebih dahulu agar ketika diangkat tidak rusak.

Kemudian, di bawah tulang tersebut juga akan digali lebih dalam lagi, untuk mencari penemuan lain. Karena Pripih (sebuah tempat berbentuk kotak berupa kayu maupun batu biasanya berisi biji-bijian, dan lempengan emas) yang biasa terdapat pada bangunan candi juga belum ditemukan.

"Karena tulangnya agak banyak, maka akan terus diperdalam dan diteliti serta dianalisis untuk diketahui arti yang terkandung di dalamnya. Karena ini tidak seperti candi pada umumnya," ungkapnya.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar