Perut Kenyang, Tapi Malah Kroncongan

Bookmark and Share
http://images.detik.com/content/2011/09/07/933/bebekctt.jpg
Jakarta - Hahaha, judul yang membingungkan! Kroncongan yang dimaksud di sini bukanlah dalam arti kiasan, melainkan harfiah. Bermusik kroncong – itulah maksudnya.

Tiap Selasa dan Jumat malam, warung ini memang mendatangkan kelompok pemusik kroncong untuk menghibur para tamunya. Alat musiknya lengkap, para pemainnya cukup bermutu. Begitu pula para penyanyinya. Gayeng-lah, pokoke.
Sambil bersantap malam, para tamu dihibur dengan senandung kroncong yang mendayu kalbu.

OK, kembali ke kuliner! Musik kroncong hanyalah unsur pembeda yang membuatnya lebih unik. Tetapi, sajian utama Warung Kroncong Gaul ini tentulah makanan dan minuman – khususnya makanan dan minuman Jawa.

Terus terang, tawaran menu WKG cukup sederhana dan standar. Ada fuyunghai, capcai, sapi lada hitam, dan cah kangkung. Untuk hidangan semacam ini, saya hanya memesan di rumah makan Tionghoa.

Juga ada mi/mihun/kwetiauw dalam berbagai masakan, seperti: kuah, goreng, masak, dan siram – harga di kisaran Rp 17-25 ribu. Ada juga mi bakso/pangsit kuah dengan harga Rp 15 ribu.

Menurut teman yang pernah makan di sini, nasi gorengnya cukup baik. Ada nasgor ikan asin, nasgor kambing, dan nasgor Thai (Rp 18-25 ribu). Tetapi, bagi saya, nasi goreng adalah pilihan desperate. Bila tidak ada lagi menu lain yang bisa dipilih, barulah saya menyerah pada nasi goreng – kecuali bila nasi gorengnya memang benar-benar dangerously delicious.

Tetapi, hei, ternyata ada menu bebek di sini. Bakar maupun goreng. Maka, segera "terpanggillah" bebek goreng sambel ijo (Rp 17 ribu) untuk hadir di depan saya. Bebek gorengnya gurih dan sangat empuk. Sambel ijonya juga mantep. Satu-satunya kekecewaan adalah karena saya hanya pesan satu potong bebek goreng. Untuk bebek goreng sekualitas ini dan ukuran sekecil ini, rasanya pantas memesan dua potong.

Bila Anda lebih suka ayam, selain ayam goreng, di sini juga ada ayam bakar bumbu rujak dan ayam cah jamur yang boleh diuji. Khususnya pada Jumat malam – menjelang akhir pekan – kebanyakan para tamu agaknya memang sengaja datang untuk ikut meramaikan suasana dengan menyumbangkan beberapa lagu. Untungnya, kebanyakan tamu penyanyi yang menyumbangkan suara termasuk kategori "buaya kroncong" dengan kualitas vokal yang di atas rata-rata. Sangat menghibur!

Kalau boleh usul: tolong volume pengeras suaranya dikecilkan sedikit. Sungguh tak nyaman makan malam sambil mendengar musik yang terlalu nyodok ke gendang kuping. Para tamu harus berteriak-teriak bila perlu berbicara sambil bersantap. Dan itu malah membuat suasana kian hingar-bingar.

Usul lain: perlu ada teh poci, dong. Mosok mat-matan mendengarkan kroncong tidak ditemani teh poci yang wasgitel alias wangi, panas, sepet, legi, tur kenthel. Mosok harus didampingi bir hitam? OK, kalau sudah ada teh poci, tolong saya diberi tahu, ya?

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar